Jumat, 28 Juni 2013

Mengikuti Rasul (Ittiba’ur Rasuul)






Lawan dari istilah “at-taqlid al-a’maa” atau dalam istilah kita: “fanatisme buta” (blind obedience), yang tergolong dalam salah satu perangai kaum jahiliyah adalah “at-taqlid fil khair”, yakni mengikuti dalam ruang lingkup kebaikan, dalam istilah Islam disebut Ittiba’ dan Iqtida’ yakni mengikuti dan meneladani. Sebagaimana yang termaktub dalam (QS.Yusuf:38), firman Allah SWT tentang kisah Nabi Yusuf a.s:  “Dan aku mengikuti agama bapak-bapakku Ibrahim, Ishaq dan Ya’qub. Tiadalah patut bagi kami (para Nabi) mempersekutukan sesuatu apapun dengan Allah.”(QS.Yusuf:38).
Dan di dalam QS.At-Taubah:10
“Wassaabiquunal awwaluuna minal muhaajiriina wal anshaari walladziinat-taba’uuhum bi ihsanin, radhiyallahu ‘anhu wa radhuu ‘anhu. Wa a’adda lahum jannaatin tajrii min tahtihaal anhaaru khaalidiina fiiha abadan. Dzalikal fawzul adhziim”;
“Orang-orang yang terdahulu yang pertama-tama (masuk Islam) diantara orang-orang Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah, dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar.”(QS.At-Taubah:100).

Maka dari itu Allah berfirman dalam hal perangai jahiliyah:
“Wa idzaa qiila lahumut-tabi’uu maa anzalallahu qaaluu bal nattabi’u maa alfayna ‘alaihi aabaa-ana awalaw kaana aabaa-uhum laa ya’qiluuna syai’an walaa yahtaduun.”
“Dan apabila dikatakan kepada mereka: “Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah,” mereka menjawab: “(Tidak), tatapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapat dari (perbuatan) nenek moyang kami.” (Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apapun, dan tidak mendapat petunjuk? (QS.Al Baqarah: 170).

Sesungguhnya tidak akan mendatangkan maslahat (kebaikan), jika orang yang tidak berpikir dan tidak pula mendapat petunjuk (hidayah) dijadikan sebagai teladan dan panutan. Pada dasarnya teladan itu hanyalah tertuju pada orang yang mau berpikir dan mendapat hidayah. Maka dari itu, fanatisme yang berlebihan memantik untuk menolak kebenaran yang hakiki, karena pada dasarnya, kebenaran yang hakiki dan teladan yang terbaik hanya ada pada diri Rasulullah dan para pengikutnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar