Lawan dari istilah “at-taqlid al-a’maa” atau dalam istilah kita:
“fanatisme buta” (blind obedience), yang tergolong dalam salah satu perangai
kaum jahiliyah adalah “at-taqlid fil khair”, yakni mengikuti dalam ruang
lingkup kebaikan, dalam istilah Islam disebut Ittiba’ dan Iqtida’ yakni mengikuti
dan meneladani. Sebagaimana yang termaktub dalam (QS.Yusuf:38), firman Allah
SWT tentang kisah Nabi Yusuf a.s: “Dan
aku mengikuti agama bapak-bapakku Ibrahim, Ishaq dan Ya’qub. Tiadalah patut
bagi kami (para Nabi) mempersekutukan sesuatu apapun dengan
Allah.”(QS.Yusuf:38).
Dan di dalam QS.At-Taubah:10
“Wassaabiquunal awwaluuna minal muhaajiriina wal anshaari
walladziinat-taba’uuhum bi ihsanin, radhiyallahu ‘anhu wa radhuu ‘anhu. Wa
a’adda lahum jannaatin tajrii min tahtihaal anhaaru khaalidiina fiiha abadan.
Dzalikal fawzul adhziim”;
“Orang-orang yang terdahulu yang pertama-tama (masuk Islam) diantara
orang-orang Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan
baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah, dan Allah
menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya;
mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang
besar.”(QS.At-Taubah:100).
Maka dari itu Allah berfirman dalam hal perangai jahiliyah:
“Wa idzaa qiila lahumut-tabi’uu maa anzalallahu qaaluu bal nattabi’u maa
alfayna ‘alaihi aabaa-ana awalaw kaana aabaa-uhum laa ya’qiluuna syai’an walaa
yahtaduun.”
“Dan apabila dikatakan kepada mereka: “Ikutilah apa yang telah
diturunkan Allah,” mereka menjawab: “(Tidak), tatapi kami hanya mengikuti apa
yang telah kami dapat dari (perbuatan) nenek moyang kami.” (Apakah mereka akan
mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu
apapun, dan tidak mendapat petunjuk? (QS.Al Baqarah: 170).
Sesungguhnya tidak akan mendatangkan maslahat (kebaikan), jika orang
yang tidak berpikir dan tidak pula mendapat petunjuk (hidayah) dijadikan
sebagai teladan dan panutan. Pada dasarnya teladan itu hanyalah tertuju pada
orang yang mau berpikir dan mendapat hidayah. Maka dari itu, fanatisme yang
berlebihan memantik untuk menolak kebenaran yang hakiki, karena pada dasarnya,
kebenaran yang hakiki dan teladan yang terbaik hanya ada pada diri Rasulullah
dan para pengikutnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar